Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan

Malam belum lama menjelma, ketika ku langkah kan kaki ini bersama sahabat ku. Hari ini aku kembali telat pulang ke rumah karena harus mengerjakan tugas kelompok bersama sahabat ku. Sebenarnya tugas yang kami kerjakan belum selesai, tapi apa boleh buat pekat kian merangkak memenuhi kubah ilahi. Masih segar di ingatan ku peristiwa badai siang tadi. Pada saat itu kami berniat untuk mengerjekan tugas kelompok seusai sholat dzuhur, namun Alloh berkehendak lain. Ketika kami berdua sholat, suara petir bersahut-sahutan diiringi dengan hembusan angin yang semakin kencang. Mukena ku terasa berak dan terombang-ambing bersama tiupan angin. Seusai sholat barulah aku tau ternyata yang membuat mukenaku terasa berat bukan hanya karena tiupan angin akan tetapi karena mukena yang ku pakai basah oleh biasan air hujan. Ternyata hujan amat lebat hingga biasanya pun membasahi bagian dalam masjid tempat kami sholat. Masjid ini tidak berdinding, sehingga air hujan dapat dengan mudah memasuki area dalam masjid bila tertiup angin, suara petir membuat jantung ku berdetak lebih cepat sahabat ku secara refleks megang pundaku dan menggelengkan kepala seolah ber isyarat bahwa tidak akan terjadi apa-apa semua akan baik-baik saja dan aku tak perlu takut dengan suara petir itu karena aku tak sendiri ada dia (sahabat ku) disini, disamping ku. Keberadaan sahabat ku memberika ketenangan tersendiri bagi ku. Ku ambil tas ku dan ku raba-raba isi didalam tas ku, ku ambil sebuah benda berukuran 7 inci dari dalam tas tersebut. Benda ini sudaj menemani ku kurang lebih dua tahun, ku nyalahkan tab tersebut dan ku mengklik icon bertuliskan Al-Qur'an. Sahabat ku sudah sedari tadi membaca kalam-kalam Alloh tersebut. Aku pun tak ingin berdiam diri dan menenggelamkan diri kedalam ketakutan ku dengan adanya hujan dan badai ini. Ku lanjutkan bacaan ku pada surat An-Nisa ayat ke 81. Sayup-sayup angin yang disertai air hujan membasahi wajah ku, rasa takut masih saja bergelayut didalam dada ku. Ku sentuh layar 7 inci tersebut sembari membaca kalam-kalam Alloh yang berada didalamnya. Badai ini begitu menakutkan, suara petir yang menggelegar disertai derasnya air hujan membuat situasi semakin mencekam, aku masih saja meneruskan bacaan ku. Ku menoleh ke arah sahabat ku, tak nampak sedikitpun raut ketakutan menyelimuti wajahnya, ia begitu khusuk dan tenggelam dalam kalam-kalam yang tengah dibacanya. Tak terasa aku telah menyelesaikan beberapa ayat dari surat An-Nisa, akupun membaca terjemahannya meskipun pikiranku tak dapat menerka dengan sempurna makna yang tersirat didalam terjemahan ayat-ayat tersebut setidaknya aku mencoba untuk sedikit mengetahui dengan membaca terjemahannya. Waktu kian beranjak ternyata badai telah usai, seulas senyum terkembang di bibir ku. Rasa syukur ku panjatkan kehadirat sang ilahi, betapa hatiku amat senang dapat melewati badai tersebut dalam kondisi di rumah-Nya dan bersama sahabt ku. Kami berdua pun beranjak dari dalam masjid dan melangkahkan kaki menuju kampus, di tengah perjalanan kami menyempatkan untuk membeli susu coklat panas untuk menemani pekerjaan kami, tak lupa kami memberli beberapa kudapan sebagai pengganjal perut. Di sepanjang jalan kami berdua disuguhi pemandangan yang tidak biasa, pohon-pohon tumbang dan dedaunan berserakan di atas jalan. Sunggu pemandangan yang tidak lazim kami saksikan, sungguh betapa dahsyatnya sebuah badai yang di iringi dengan hujan, maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan?. Betapa Maha besar kuasa Alloh atas segala-galanya. Bisa jadi Alloh memusnahkan seisi bumi dan betapa meruginya apabila jiwa dan raga ku menghadap sang khalik dalam keadaan yang nisata. Sesampainya di kampus, kami berdua pun melanjutkan pembuatan tugas kami. Adzan asar pun berkumandang, kami berdua memutuskan untuk pulang ke kost sahabt ku. Tempat kost sahabatku tak terlalu jauh dari kampus, tak butuh waktu lama untuk mencapainya. Seusai menunaikan sholat asar kami beserta penghuni kost yang lain mengikuti kajian rabu sore. Tema kajian kali ini adalah tentang kesehatan repproduksi wanita, narasumber kali ini adalah seorang bidan muda yang bekerja di sebuah RS yang cukup ternam di kota ini. Bidan tersebut memaparkan materi dengan cukup lugas dan dapat memjawab beberapa pertanyaan dari para peseta kajian. Kajian di akhiri dengan masuknya waktu sholat maghrib, kami pun menunaikan sholat maghrib berjama'ah. Tugas memang belum selesai tapi apa boleh buat siang telah berganti dengan malam, aku pun berpamitan untuk pulang. Aku pulang bersama sahabat ku tetapi kami bersama hanya sampai di sebuah tempat makan di persimpangan jalan, sahabatku memilih untuk membeli makan sebentar disana, sementara aku memilih untuk pulang. Sebenarnya aku berencana untuk mampir ke masjid dan melaksanakan sholat isa namun apa daya adzan isa belum bberkumandang, akhirnya ku putuskan untuk pulang. Di sepanjang jalan aku merasa ada suara seseorang yang memanggil nama ku, namun aku enggan menoleh ke belakang, hati ku mulai tak tenang, angan-angan ku melayang-layang. Ku coba untuk tak menghiraukan perasaan ku namun aku gagal menenangkan hati ku, tiba-tiba saja aku teringat akan kenangan beberapa bulan yang lalu, aku ingin sekali merasakan nasi goreng yang dahulu pernah di belikan oleh seseorang yang telah ku anggap sebagai kaka ku. Aku pun mealanjutkan perjalanan menuju tempat yang pernah di jelasakan oleh kaka ku, tempat itu berada di seberang jalan, ku amati lalu lintas didepan sepertinya aman dan aku pun memutuskan untuk menyebrang, namun naas dari arah berlawanan sebuah sepeda motor melaju dengan cukup kencang aku tak sempat melihatnya dengan jelas namun kaki ku tiba-tiba saja membatu enggan bergerak, jantungku seolah berhenti berdetak, suara jeritan ku dengar dari dua orang perempuan yang berada di seberang jalan mulut ku terkunci bahkan untuk berteriakpun aku tak sanggup, ku pejamkan mata sembari berdoa. Ungkapan syukur terucap seketika setelah ku buka mata dan kurasakan keadaan ku baik-baik saja, aku segerah menyelesaikan perjalanan dan memasuku pelataran sebuah tempat makan, rasa syukur tak henti-hentinya ku ucapkan. Betapa baiknya Alloh pada ku, satu jengkal saja mungkin aku kini tinggal nama namun Alloh masih berkenan untuk menyelamatkan ku. Senyuman manis terulum dari wajah kedua perempuan yang tadi menyaksikan peristiwa tersebut, aku mebalasnya dengan senyuman pula. Meskipun hati ku belum cukup tenang namun keramahan dan kebaikan ibu penjual membuat ketakutan ku perlahan-lahan menghilang. Seusai pesanan ku datang aku pun memutuskan untuk pulang, aku sengaja membungkus pesanan ku karena aku ingin sekali cepat-cepat pulang. Di sepanjang perjalanan pulang memori-memori tentang keluarga dan sahabat-sahabta ku berputar ulang, entah apa yang tengah aku pikirkan peristiwa tadi hampir merenggut nyawa ku, betapa Maha besar Alloh yang telah menyelamatkan hidupku. Sebenarnya apa yang tengah aku pikirkan hingga tak dapat mataku memandang dengan jelas sebuah sepeda motor yang melaju dengan kencang di hadapan ku. Rasa sedih menyelimuti kalbuku, tak ku bayangkan bila aku pergi dalam keadaan belum menunaikan sholat isa dan aku pergi dalam keadaan tak bersama bunda, bagaimana bila aku benar-benar pergi apa yang akan terjadi pada bunda. Betapa sedihnya hati bunda bila mengetahui putri nya telah tiada, sungguh tak sanggup ku bayangkan raut sedih dari keluarga ku. Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan.

Komentar

Postingan Populer