Bulan Kelabu (Bagian 2)

Terasa asing mata ini memandang sekeliling, ruang 3x4 m ber cat biru muda berhiaskan wal paper animasi mini mouse. Belum sempat ku terawang se isi kamar tiba-tiba tangan kanan ku terasa nyeri, sebuah jarum infus terselip diantara kulit tangan kanan ku. Perlahan ingatan demi ingatan berputar di otak ku bagaikan film pendek yang di putar ulang, ku raba kepalaku terasa aneh karena ada plester kecil menonjol di kening ku, sepetinya aku terjatuh.  Tak berapa lama ingatan ku beralih ke pada bunda, iya bunda bagaimanakah keadaan beliau? Aku mencoba untuk berdiri namun inifus di pergelangan tangan ku menyulitkan ku untuk beranjak dari ranjang, ku lepaskan infus tersebut cairan merah keluar dari bekas jarum infus ditangan ku, terasa sedikit perih tapi aku harus segera mencari keberadaan bunda.
Pening dikepala ku amat mengganggu, setapak demi setapak ku susuri koridor rumah sakit yang tak asing lagi bagi ku. Sayup-sayup ku dengan suara sesorang memanggil-manggil nama ku, aku tak mempedulikan suara itu hingga akhirnya beberapa perawat menghadang langkah ku.
"Nona Anisa, anda baru saja siuman. Anda tidak di perkenankan untuk keluar dari ruangan"
"Suster lepaskan saya, saya baik-baik saja dan saya ingin bertemu bunda"
"Astaga pergelangan tangan anda berdarah, mari nona Anisa kita kembali ke kamar anda agar dokter dapat merawat luka anda"
"Suster Ana saya baik-baik saja...!! Dimana tempat bunda di rawat"
Nada suara ku mulai meninggi, ketika suster Ana berusaha menghalang-halangi langkah ku. Suster Ana hanya terdiam, perlahan beliau melepaskan genggaman tangannya dari bahu ku. Ku teruskan perjalanan ku, tetesan darah dari pergelangan tangan ku memberi motif merah pada lantai rumah sakit yang berwarna putih cerah. Ku berusaha secepat mungkin menuju meja resepsionis rumah sakit.
Belum pula kaki ini menginjak ruang resepsionis, dokter Sulistio telah menghampiri ku.
"Dokter bunda dimana? Bagaimana keadaan beliau dokter?"
"Anisa tenanglah, bunda sekarang sudah ditangani ileh dokter-dokter terbaik disini. Sebaiknya kamu kembali keruangan mu dan beristirahat"
"Tidak dokter, Anisa ingin bertemu bunda"
"Baiklah Anisa tapi kita obati dulu luka di tangan mu setelah itu kita sama-sama menjenguk bunda"
Aku pun mengiyakan tawaran dokter Sulistio. Dokter Sulistio adalah sahabat bunda, mereka dulu menimba ilmu bersama, bahkan hingga sekarang dokter Sulistio masih sering bertandang kerumah untuk menjenguk ku, karena kesibukan bunda maka bunda jarang sekali dirumah apalagi setelah kepergian ayah bunda semakin sibuk dengan perusahaan dan rumah sakit yang beliau rintis bersama ayah. Dahulu bunda hanya bekerja di rumah sakit, sedangkan ayak bekerja di kantor. Kini keduanya harus bunda jalankan bersama-sama.
Setelah luka ku di balut dengan perban, aku pun diajak dokter Sulistio untuk menjenguk bunda. Bunda masih berada di ruang ICU, nampak wajah ayu perlahan mulai menunjukan kesadaran meskipun matanya masih tetap terpejam. Dokter Sulistio meninggalkan ku berdua dengan bunda. Meskipun bunda masih terjaga, aku ingin tetap berada di sebelah bunda hingga bunda membuka matanya. Aku ingin menjadi orang pertama yang di lihat oleh bunda, begitu bunda tersadar.

Komentar

Postingan Populer